Fiqih Ahkam
Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana
matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala. Keduanya
terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian
dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta. Shalat
gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara
berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat
Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka
hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Landasan Syariah
Disebutkan dalam hadits:
عن الْمُغِيرَةِ بْنَ شُعْبَةَ رضي
الله عنه قَالَ انْكَسَفَتْ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى
تَنْكَشِفَ
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah RA, berkata, ”Terjadi gerhana
matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw.
bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah,
keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena
kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan
shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun ‘alaihi)
عَنْ عَاْئِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ -صَلَّى
اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قَالَتْ:
خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ
اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ- فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ- إِلَى اَلْمَسْجِدِ، فَقَامَ
وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسَ وَرَاْءهُ،
فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى
اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قِرَاْءةً
طَوِيْلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ، فَرَكَعَ
رُكُوعاً طَوِيلاً، ثُمَّ, رَفَعَ رَأْسَه
فَقَالَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ، رَبَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ
قَاْمَ فَاقْتَرَأَ قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنَ
الْقِرَاْءةِ الأُوْلَى، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ
رُكُوعاً طَوِيْلاً، هُوَ أَدْنَى مِنَ
الرُّكُوْعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَاْلَ: “سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، ربَّنَاْ
وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ
فَعَلَ فِيْ الرَّكْعَةِ الأُخْرَى
مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى اسْتَكْمَلَ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، وَأَرْبَعَ سَجَدَاْتٍ، وَانْجَلَتِ اَلْشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ،
ثُمَّ قَاْمَ فَخَطَبَ النَّاسَ،
فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَاْ
هُوَ أَهْلُهُ. ثُمَّ قَاْلَ: “إِنَّ
الشَّمْسَ وَاَلْقَمَرَ آيَتَاْنِ مِنْ آيَاْتِ اللهِ،
لا يَخْسِفَانِ لِمَوْت أَحَدٍ وَلا
لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَافْزَعُوا
لِلْصَّلاَة
Dari ‘Aisyah RA, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana
matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri
dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca
Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan
ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang
panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku
lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian
berkata, ”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud.
Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah
melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya
kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit
berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji Allah dengan pujian yang layak
bagi-Nya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan
bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena
kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk
shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتْ الشَّمْسُ
عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا
نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ
الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ
قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ
قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ
قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ
انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ
فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّه
Dari Abdullah bin Abbas berkata, “Terjadi gerhana matahari
di masa Rasulullah saw. Rasul saw. shalat bersama para sahabat. Beliau berdiri
lama sekitar membaca surat Al-Baqarah, kemudian ruku’ lama, lalu berdiri lama
tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian ruku lama tetapi lebih pendek dari
pertama. Kemudian sujud, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang
pertama, kemudian ruku lama, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian mengangkat
dan sujud, kemudian selesai. Matahari telah bersinar. Rasul bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya
terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang, jika
kalian melihatnya, hendaknya berdzikir pada Allah.” (HR Bukhari).
Tata Cara Shalat Gerhana
Memastikan terjadinya Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari.
Shalat gerhana dilakukan pada saat terjadinya gerhana.
Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan
‘As-Shalaatu Jamiah’.
Shalat Gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah
dan surat kembali.
Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang dari
surat kedua. Begitu juga pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang
dari surat kedua.
Setelah shalat disunnahkan khutbah.
(SCC/hdn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"