Kamis, 05 Januari 2012

Ingin Melahirkan Generasi Yang Cerdas? Ayo Saling Memudahkan!




Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda, “Seorang laki-laki sebelum kalian dihisap dan tidak didapatkan padanya kebaikan sedikitpun, melainkan ketika dia bersosialisasi dengan sesama manusia ia suka memudahkan setiap urusan, ia menyuruh pelayannya untuk menangguhkan bagi orang yang kesusahan.” Beliau melanjutkan, “Lalu Allah Azza Wa Jalla berfirman, ‘Kami lebih berhak atas hal itu daripada dia, oleh karena itu berilah kemudahan kepadanya’.” (HR. Muslim, No 2921). Bukti empiris kebenaran hadits ini bahkan bisa kita saksikan di dunia saat ini, salah satunya ya yang terkait dengan tulisan saya kemarin tentang kecerdasan rata-rata dari penduduk berbagai negara di dunia.



Ketika hasil riset tentang kecerdasan rata-rata dalam tulisan tersebut diatas saya sandingkan dengan datanya the World Bank tentang kemudahan berusaha di setiap Negara, maka hasilnya akan nampak dalam table dibawah. Data the World Bank ini diperbarui setiap tahun, dikumpulkan dari 183 negara dengan mengukur 11 indikator mulai dari kemudahan memulai usaha baru di masing-masing negara, urusan pajak, urusan perijinan, law enforcement dlsb.



Publikasi yang terakhir untuk tahun 2011 ini misalnya menaruh Indonesia secara umum pada rangking ke 121 dari 183 negara dalam hal kemudahan berusaha. Ini hasil keseluruahn dari beberapa indikator seperti kemudahan memulai usaha (155), perlindungan investor (44), urusan perpajakan (130), urusan pembiayaan (116), law enforcement (154) dst.





Kecerdasan dan Kemudahan Usaha



Tabel diatas menyandingkan posisi Indonesia ini dengan sejumlah Negara tetangga dan juga China sebagai kekuatan ekonomi raksasa di kawasan ini. Pasti bukan karena kebetulan bila dari 8 negara yang saya perbandingkan tersebut, 6 negara yang memiliki kecerdasan rata-rata lebih tinggi dari kita –mereka semua lebih mudah dalam urusan usahanya dibandingkan dengan kita. Sebaliknya hanya ada satu negara yang lebih sulit dalam urusan business-nya ketimbang kita, ternyata negara ini (Phillipine) juga memiliki penduduk yang rata-rata kurang kecerdasannya dibandingkan dengan kita.



Sepintas ini seperti situasi antara ayam dan telur , mana yang lebih dahulu. Manusianya cerdas kemudian karena kecerdasannya mereka bisa saling memudahkan, atau karena saling memudahkan membuat kecerdasan manusia meningkat. Dalam kontek kecerdasan yang diukur dengan IQ yang berhubungan langsung dengan tingkat kemakmuran seperti dalam tulisan saya kemarin, penjabarannya bisa sebagai berikut :





Bila penduduk negeri cerdas, maka urusan usaha sesama mereka bisa saling memudahkan sehingga usaha bisa lebih mudah berkembang, pendapatan lebih mudah naik, konsumsi makanan yang bergizi (daging) menjadi lebih mudah dijangkau sehingga kecerdasan penduduknya akan terus meningkat. Kondisi pertama ini seperti spiral yang bergerak membuka, makin lama makin membesar – kecerdasan penduduk negeri makin lama makin meningkat.



Sebaliknya bila penduduk suatu negeri tidak cerdas, maka urusan sesama mereka saling mempersulit. Usaha menjadi sulit berkembang, pendapatan juga sulit meningkat, makanan bergizi sulit dijangkau sehingga kecerdasan juga sulit meningkat. Kondisi kedua ini seperti spiral yang bergerak menutup, makin lama makin kecil – kecerdasan penduduk negeri makin lama makin menurun.



Kita yang jelas bukan berada di kondisi yang pertama, bahkan kita kawatir berada di kondisi yang kedua karena hasil riset yang dipublikasikan oleh EU Times dua tahun lalu menunjukkan bahwa rata-rata kecerdasan penduduk negeri ini berada pada angka 89 tahun 2002, menurun menjadi di angka 87 pada tahun 2006 (tahun terakhir survey mereka). Namun fakta-fakta demikian tidak harus membuat kita kecut, sebaliknya kita bisa gunakan fakta-fakta demikian untuk menunjukkan arah kemana negeri ini harus berlayar. Bagaimana konkritnya?



Sampai sepuluh abad lalu, manusia hanya mengandalkan posisi dari milyaran bintang di langit untuk menentukan arah perjalanannya. Di antaranya adalah dengan mengetahui konstelasi bintang-bintang di cakrawala selatan, orang dahulu sudah bisa menentukan kemana arah utara bila mereka hendak berlayar/berjalan ke utara.



Milyaran bintang-bintang di era teknologi ini tidak harus secara harfiah berarti bintang, tetapi bisa dari milyaran atau bahkan lebih informasi yang bertebaran di belantara dunia maya. Sama dengan melihat bintang-bintang di langit, kebanyakan orang hanya akan melihat keindahannya tetapi tidak bisa menangkap maknanya untuk mengetahui arah misalnya.



Demikian pula kebanyakan orang dapat mengakses informasi apa saja di dunia maya, tetapi tidak banyak pula yang bisa mengambil manfaatnya dari informasi tersebut. Maka melalui media ini saya ingin mengajak bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, mampu melihat bintang dan mampu mengetahui arah – mampu menangkap informasi dan mampu pula menentukan kebijakan ekonomi yang memakmurkan generasi kedepan.



Konstelasi ‘bintang-bintang selatan’ ini kini berupa data tentang kecerdasan rata-rata, data tentang GDP per kapita, data tentang konsumsi daging per kapita, data tentang kemudahan usaha dlsb.dlsb. Dengan konstelasi ‘bintang-bintang selatan’ ini kita kini tahu ‘arah utara’ kemana kita hendak menuju.



Bila kita ingin bangsa ini semakin hari semakin cerdas, salah satunya kita bisa mulai dari saling memudahkan urusan diantara kita. ‘Perjalanan ke utara’ bisa jadi panjang, tetapi bila arah kita sudah benar – maka insyaAllah kita akan sampai kesana. InsyaAllah.

1 komentar:

Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"