Selasa, 15 Februari 2011

Sejarah dan Esensi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Perayaan maulid Nabi, pertama kali dirintis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sultan Mesir dari Bani Ayyub yang memerintah pada 570-590 Hijriah atau 1174-1193 Masehi dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Ketika itu dunia Islam tengah terlibat dalam perang salib berhadapan dengan bangsa Eropa, terutama bangsa Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada 1099, pasukan gabungan Eropa berhasil merebut Yerusalem dengan mengubah Masjid Al-Aqsha menjadi gereja. Ketika itu dunia Islam seperti kehilangan semangat jihad dan ukhuwah, sebab secara politis terpecah belah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan meskipun khalifahnya satu, yaitu Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Iraq.

Melihat suasana lesu itu, Shalahuddin berusaha untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan menggelar Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal. Menurutnya, semangat jihad itu harus dibangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Namun gagasan itu sebenarnya bukan usulan dia, tetapi usulan dari saudara iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yaitu seorang atabeg (bupati) di Irbil, Suriah Utara.

Awalnya, gagasan Shalahuddin ditentang para ulama, sebab sejak zaman Nabi perayaan maulid itu tidak ada. Apalagi, di dalam agama Islam hari raya resmi cuma ada 2 yaitu, Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Namun Shalahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid hanyalah semarak syiar Islam, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dikategorikan sebagai bid’ah. Kebetulan Khlaifah An Nashir di Baghdad pun menyetujuinya.

Maka, di tengah musim haji pada 579 Hijriah atau 1183 Masehi, Shalahuddin mengimbau seluruh jamaah hajji agar setiap tahun merayakan maulid Nabi di kampung halaman masing-masing. Salah satu kegiatan yang dalam maulid yang pertama kali digelar oleh Shalahuddin pada 580 H/1184 M adalah sayembara menulis riwayat Nabi yang diikuti oleh sejumlah ulama dan sasterawan.

Setelah diseleksi, pemenang pertamanya adalah Syaikh Ja’far Al-Barzanji yang menulis riwayat Rasulullah SAW dan keluhuran akhlaknya dalam bentuk syair yang panjang, yaitu Maulid Barzanji.

Sumber Gambar: Biografi Pengarang Kitab Maulid Barzanji (Syaikh Ja'far Al-Barzanji)
Ternyata, peringatan Maulid Nabi yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi mampu menggelorakan semangat jihad kaum muslim dalam menghadapi serangan agresi Barat dalam Perang salib. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem berhasil direbut pada 583 H atau 1187 M.

Pada zaman sekarang, kebanyakan muslim di negara-negara Islam merayakan Maulid Nabi, diantaranya: Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab (tidak secra resmi karena mereka menyambut secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing), Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Algeria, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain. Di kebanyakan Negara Arab, Maulidurrasul SAW merupakan hari cuti umum.

Oleh karena itu, sangatlah pantas bagi kita untuk selalu memperingati kelahiran beliau sebagai bentuk syukur dan terima kasih yang mendalam kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang agung dengan lahirnya Rasulullah SAW. ”man ahabbani fahuwwa ma’i fil-jannah” (al-hadits aw kama qala).


Sumber: http://luxsman.blogspot.com/2010/02/sejarah-perayaan-maulid-nabi-muhammad.html (dikutip dari: Ringkasan Khotbah Jum'at 26 Februari 2010 di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.)

3 komentar:

Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"