Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam
bersabda, “Seorang laki-laki sebelum kalian dihisap dan tidak didapatkan
padanya kebaikan sedikitpun, melainkan ketika dia bersosialisasi dengan sesama
manusia ia suka memudahkan setiap urusan, ia menyuruh pelayannya untuk
menangguhkan bagi orang yang kesusahan.” Beliau melanjutkan, “Lalu Allah Azza
Wa Jalla berfirman, ‘Kami lebih berhak atas hal itu daripada dia, oleh karena
itu berilah kemudahan kepadanya’.” (HR. Muslim, No 2921). Bukti empiris
kebenaran hadits ini bahkan bisa kita saksikan di dunia saat ini, salah satunya
ya yang terkait dengan tulisan saya kemarin tentang kecerdasan rata-rata dari
penduduk berbagai negara di dunia.
Ketika hasil riset tentang kecerdasan rata-rata dalam
tulisan tersebut diatas saya sandingkan dengan datanya the World Bank tentang
kemudahan berusaha di setiap Negara, maka hasilnya akan nampak dalam table
dibawah. Data the World Bank ini diperbarui setiap tahun, dikumpulkan dari 183
negara dengan mengukur 11 indikator mulai dari kemudahan memulai usaha baru di
masing-masing negara, urusan pajak, urusan perijinan, law enforcement dlsb.
Publikasi yang terakhir untuk tahun 2011 ini misalnya
menaruh Indonesia secara umum pada rangking ke 121 dari 183 negara dalam hal
kemudahan berusaha. Ini hasil keseluruahn dari beberapa indikator seperti
kemudahan memulai usaha (155), perlindungan investor (44), urusan perpajakan
(130), urusan pembiayaan (116), law enforcement (154) dst.
Kecerdasan dan Kemudahan Usaha
Tabel diatas menyandingkan posisi Indonesia ini dengan
sejumlah Negara tetangga dan juga China sebagai kekuatan ekonomi raksasa di
kawasan ini. Pasti bukan karena kebetulan bila dari 8 negara yang saya perbandingkan
tersebut, 6 negara yang memiliki kecerdasan rata-rata lebih tinggi dari kita
–mereka semua lebih mudah dalam urusan usahanya dibandingkan dengan kita.
Sebaliknya hanya ada satu negara yang lebih sulit dalam urusan business-nya
ketimbang kita, ternyata negara ini (Phillipine) juga memiliki penduduk yang
rata-rata kurang kecerdasannya dibandingkan dengan kita.
Sepintas ini seperti situasi antara ayam dan telur , mana
yang lebih dahulu. Manusianya cerdas kemudian karena kecerdasannya mereka bisa
saling memudahkan, atau karena saling memudahkan membuat kecerdasan manusia
meningkat. Dalam kontek kecerdasan yang diukur dengan IQ yang berhubungan
langsung dengan tingkat kemakmuran seperti dalam tulisan saya kemarin,
penjabarannya bisa sebagai berikut :
Bila penduduk negeri cerdas, maka urusan usaha sesama mereka
bisa saling memudahkan sehingga usaha bisa lebih mudah berkembang, pendapatan
lebih mudah naik, konsumsi makanan yang bergizi (daging) menjadi lebih mudah
dijangkau sehingga kecerdasan penduduknya akan terus meningkat. Kondisi pertama
ini seperti spiral yang bergerak membuka, makin lama makin membesar –
kecerdasan penduduk negeri makin lama makin meningkat.
Sebaliknya bila penduduk suatu negeri tidak cerdas, maka
urusan sesama mereka saling mempersulit. Usaha menjadi sulit berkembang,
pendapatan juga sulit meningkat, makanan bergizi sulit dijangkau sehingga
kecerdasan juga sulit meningkat. Kondisi kedua ini seperti spiral yang bergerak
menutup, makin lama makin kecil – kecerdasan penduduk negeri makin lama makin
menurun.
Kita yang jelas bukan berada di kondisi yang pertama, bahkan
kita kawatir berada di kondisi yang kedua karena hasil riset yang
dipublikasikan oleh EU Times dua tahun lalu menunjukkan bahwa rata-rata
kecerdasan penduduk negeri ini berada pada angka 89 tahun 2002, menurun menjadi
di angka 87 pada tahun 2006 (tahun terakhir survey mereka). Namun fakta-fakta
demikian tidak harus membuat kita kecut, sebaliknya kita bisa gunakan
fakta-fakta demikian untuk menunjukkan arah kemana negeri ini harus berlayar.
Bagaimana konkritnya?
Sampai sepuluh abad lalu, manusia hanya mengandalkan posisi
dari milyaran bintang di langit untuk menentukan arah perjalanannya. Di
antaranya adalah dengan mengetahui konstelasi bintang-bintang di cakrawala
selatan, orang dahulu sudah bisa menentukan kemana arah utara bila mereka
hendak berlayar/berjalan ke utara.
Milyaran bintang-bintang di era teknologi ini tidak harus
secara harfiah berarti bintang, tetapi bisa dari milyaran atau bahkan lebih
informasi yang bertebaran di belantara dunia maya. Sama dengan melihat
bintang-bintang di langit, kebanyakan orang hanya akan melihat keindahannya
tetapi tidak bisa menangkap maknanya untuk mengetahui arah misalnya.
Demikian pula kebanyakan orang dapat mengakses informasi apa
saja di dunia maya, tetapi tidak banyak pula yang bisa mengambil manfaatnya
dari informasi tersebut. Maka melalui media ini saya ingin mengajak bangsa ini
menjadi bangsa yang cerdas, mampu melihat bintang dan mampu mengetahui arah –
mampu menangkap informasi dan mampu pula menentukan kebijakan ekonomi yang
memakmurkan generasi kedepan.
Konstelasi ‘bintang-bintang selatan’ ini kini berupa data
tentang kecerdasan rata-rata, data tentang GDP per kapita, data tentang
konsumsi daging per kapita, data tentang kemudahan usaha dlsb.dlsb. Dengan
konstelasi ‘bintang-bintang selatan’ ini kita kini tahu ‘arah utara’ kemana
kita hendak menuju.
Bila kita ingin bangsa ini semakin hari semakin cerdas,
salah satunya kita bisa mulai dari saling memudahkan urusan diantara kita.
‘Perjalanan ke utara’ bisa jadi panjang, tetapi bila arah kita sudah benar – maka
insyaAllah kita akan sampai kesana. InsyaAllah.
mantaaap gan
BalasHapusdi tunggu info selanjutnya
thanks