Langkahku kian cepat
Terdorong hembusan
nan kuat
Angin kencang awali
musim semi
Kikis sang bongkahan
putih
Tak terasa tiga bulan telah kulalui di tanah Krakow, tempat
Paus Paulus II lahir dan menghabiskan masa kecil. Pertama kali kami tiba,
appartement yang disediakan kantor di Grodzka, sangat dekat dengan 'ruang
kenangan' masa kecil Paus paulus II itu. Ramai wisatawan lokal dan asing, juga
para rohaniawan gereja yang berkunjung kesana. Karena wilayah ini adalah
sentral buat turis, tidak ada yang memandang terlalu aneh dengan kain hijab
yang kukenakan.Baguslah, pikirku, tidak enak menjadi bahan perhatian orang
tentunya.
Namun itu tidak berlangsung lama, apalagi sejak kami harus
pindah ke appartement di pinggir kota, harus membaur dengan warga lokal.
Nyatanya, wajah asiaku tetap kentara walaupun mereka tidak melihat warna
rambutku. Dan mulailah tatap keanehan makin menjadi kalau aku keluar rumah,
mungkin mereka bingung, musim dingin hampir berakhir, kenapa kepalaku selalu
tertutup rapat—serapat pakaianku, tidak ber-jeans seperti mereka, tidak
mengetatkan belahan di dada seperti mereka.Akhirnya yang tadinya aku berjalan
tegap dan bersemangat, perlahan mulai sering menunduk, akibat rasa malas saat
dipandang aneh seperti itu.
Sungguh kangen dengan saudari-saudariku yang bersama-sama
duduk dalam majelis ilmu, saling mengingatkan dan memacu semangat untuk maju.
Sungguh rindu akan kebersamaan itu… Oh Robbi, namun bukanlah muslimah sejati
kalau aku tidak mensyukuri nikmatMU, bukanlah muslimah sejati jika aku tidak
dapat mengambil hikmah, bukan muslimah sejati jika aku tidak paham akan
skenarioMU yang paling indah.
Teringat pada surat CintaNYA, "wa qaala innanii minal
muslimiin". Dia sedang menambah ujian padaku apakah tetap "sami’na wa
atho’na" Bahwasanya aku bukan anak manja Ayah-Ibuku lagi, bukan sosok yang
melulu minta dipeluk ibu dan kakak-kakakku… bahwasanya aku adalah seorang Istri
yang harus men-support Suami dimanapun dan kapanpun, dan harus selalu istiqomah
dan bangga sebagai muslim dimanapun berada, kapanpun…
Seraya menjemur pakaian, kukenang peristiwa sebulan yang
lalu. Kala aku pergi belanja dengan bad-mood akibat badai salju yang menerpa.
Saat itu, suhu masih sangat extrim, beku semua masakanku, telur, susu dan jus
juga membeku, minus dua puluh dua derajat celcius! Hidung dan pipiku bagaikan
apel merah, juga pipi bayiku dan abangnya.Jika telinga tak ditutupi topi tebal,
teling pun akan sangat merah, suhu dingin menusuk tulang.
Saat itu, kuusahakan bertahan jalan sekuat tenaga demi harus
berbelanja bahan makanan. Kupikir, yakinlah, bahwa ujian para ummahatul
mukminin zaman dulu jauh lebih berat dari ini, ujian para wanita sholihat di
Palestina pun jauh lebih berat dari ini.Alhamdulillah respon otakku
menghancurkan bad-mood itu, memasuki pusat perbelanjaan.
Aku tersenyum, ramah pada siapapun, walaupun banyak
pengunjung yang membawa anjing (hewan yang tidak kusukai) berjalan-jalan di
mall itu. Aku langsung memasuki wilayah tempat sayur-mayur dijual, bersama
bayiku. Sedangkan Suami dan Si Abang menuju toko Boots, Abang perlu membeli
sepatu boot, sepatunya yang lama kurang melindungi kaki di tengah salju.
Saat akan membeli makanan di tempat makanan beku, seseorang
pelayan mencolekku, sambil berbisik “treść wieprzowych” (ada kadar babi di dalamnya).
Segera kuurungkan membeli makanan itu. Ternyata di negara yang umat Muslimnya
hanya nol koma sekian persen, ada juga orang yang tahu kalau daging babi haram
bagi kita umat Muslim.
Pelayan itu mungkin berasal dari Gdanzk, tempat yang umat
Muslimnya lumayan banyak, jadi dia pernah lihat orang berjilbab sepertiku, itu
pemahaman bahasa Polandku yang masih belepotan saat bercakap dengannya.
Alhamdulillah, dengan menunjukkan identitas Muslimah, aku
dan keluarga terhindar dari makanan haram. Terima kasih Ya Allah… Setelah
membeli sayur dan buah-buahan, jus, susu UHT serta biskuit bayi, dll (kecuali
daging dan ayam, sebab di sini tidak ada daging Halal), segera kutelepon Suami
untuk berjumpa di sudut mall.
Kutatap bayiku yang mulai menunjukkan keresahan karena ingin
nenen, masih ASI pastinya! Waduh, tidak ada ruang menyusui nih. Sedikit panik,
Aku menuju ke WC. Antrian panjang banget, bagaikan antrian formulir UMPTN zaman
dulu. Wah, gimana nih, bayiku mulai menangis, nampaknya haus sekali. Terpaksa
kubuka dada dengan ancang-ancang mau menyusui di ruang WC wanita, yang
antriannya panjang itu. Kututupi dengan jilbab saat sang pangeran kecilku sudah
mengecup asyik, mulai mendapatkan Haknya.
Eits, tiba-tiba penjaga WC (wanita) menghampiriku, dan
bicara bahasa Poland, bla bla bla… aku bilang aja jawaban andalanku, “Nie
rozomiem, I cannot understand popolski, sorry…”(tidak mengerti maksudnya) tapi
aku pasang senyuman manis walau rada panik, takut bayiku terganggu.
Wanita itu membalas senyum lalu menggandeng tanganku,
kuikuti dia sambil tetap menyusui, ternyata dia mengajakku ke WC khusus buat
orang yang perlu bantuan (yang berkursi roda, sakit, dsb) biasanya WC khusus
itu terkunci, dia bukakan dan mempersilakan aku masuk. Alhamdulillah rezeki.
Dzenky, kataku. Setengah jam lumayan puas, bayiku bersendawa, lalu kami keluar
WC, alhamdulillah. Ruang privasi untuk menyusui hari itu adalah rezeki yang
sangat bernilai tinggi bagiku. Oh Allah, Engkau memang Maha Kasih dan selalu
menjaga kami…
Kubaca SMS yang masuk melalui Iphoneku, Sholat dhuhamu nggak
tinggalkan nak? Oh, Ibuku tersayang mengingatkanku, beliau pernah bilang bahwa
dengan membiasakan diri sholat Dhuha dan Dzikrullah saat menyelesaikan aktivitas
rumah tangga, Allah SWT akan memperluas rezekimu, rezeki atas persahabatan,
banyak ilmu dan wawasan, insyaAllah.
Dua bulan di Krakow, satu pun belum pernah aku jumpai
Muslimah. Suamiku sudah bertemu Muslim lain, sekitar 10- 15 orang saat sholat
Jumat, tapi rata-rata mereka adalah pelajar, jadi masih single, belum berjumpa
dengan brothers yang membawa keluarga kesini, agar Istrinya bisa menjadi
sohibku.
Sambil membalas SMS, Aku mencari tempat duduk—tempat suamiku
menunggu. Lalu saat kami telah bertemu, kuceritakan sekilas kejadian indah
tadi, lalu kami memasang perlengkapan Anak-anak kembali, mantel, sarung tangan
tebal, selanjutnya berjalan menuju pintu keluar pertokoan. Aku berusaha tetap
tersenyum tatkala ada anjing berkepang dua berlari ke arahku.
Dalam hati, "Idiiih majikannya menyebalkan, aku kan
ngeri sama tuh anjing, waduh!"Untungnya Si Majikannya cepat berbalik arah,
lega deh saat Si Kepang Dua itu ikut berbalik arah. Trap trap trap… kami
berjalan cepat, beriringan.
Tiba-tiba seorang wanita menyapa, “Assalamalaykom yaa
ukhtayya…”, sambil menatapku mesra.
“Waalaykumussalam warohmatullahi wabarokatuuh…” spontan
jawabku, lama tak mendengar salam itu dari mulut orang lain selain kami
sekeluarga.
“You are Mooslemah, right?” to the point dia. “Yes, exactly!
And you sister?”seterusnya mengalir percakapan kami.
Kami berkenalan, berpelukan bagaikan telah bersahabat sejak
lama, dia bernama Umm Al-Hakam, hanya 5 menit kami bercakap sambil berdiri.
Anakku sudah sangat lelah, sehingga undangan “nge-teh bareng”-nya harus
kutolak. Lima menit bercakap, tapi menciptakan sejuta pelangi di hatiku,
penghibur jiwa sepiku.
Umm Hakam adalah wanita Syria yang sudah 20 tahun menetap di
kota Rabka, 2 jam perjalanan dari tempatku. Beliau memberikan pujian yang
mendalam dengan tulus atas jilbab yang kukenakan, sementara bertahun-tahun
jarang sekali ia melihat Muslimah muncul di tanah Krakow ini.
“Sister, you are very
beautiful, like an angel…Believe me. I am proud of you, sister…”Ah pasti pipiku
merah. Umm Al Hakam adalah seorang dokter yang masih melanjutkan kuliah, namun
dia berkata, “But everyday I am at home, Because I have children. My husband
ask me to always stand by at home, hahaha.”
Subhanallah! Maha Suci Allah yang telah mempertemukanku
dengan saudari yang cerdas ini, yang hanya beberapa menit berjumpa—namun
kata-kata motivasinya sungguh menggetarkan jiwa. Beliau lancar bahasa Arab (bahasa
aslinya), Inggris, Jerman, Poland, dan beberapa bahasa lain.
Perjumpaan yang telah diaturNya, apalagi saat kutau alasan
Umm Hakam menyapaku, karena senyuman. Beliau bilang, kalau kamu tidak senyum,
aku takut dan ragu menyapamu, karena rata-rata “Nuns” disini berpakaian seperti
Muslimah, tapi mimik muka jarang tersenyum.Subhanallah… senyum itu membawa
hikmah besar ternyata… Lima menit percakapan kami, banyak hal urgent yang
kudapatkan, wawasan dan ilmu dalam kalimat Umm Al Hakam.
Aku jadi teringat SMS sahabatku, “Ri sayang…
Persahabatan/ukhuwah sejati adalah hal terindah setelah kita menjadi seorang
Muslim/ah”.
Saudara-saudariku, hari ini kita merugi jika wajah cemberut
berlama-lama, kusut masai."Tabassumuka fii wajhi akhiika shadaqatun
(Senyummu untuk saudaramu adalah shadaqah)" (HR. Bukhari)
Sambutlah harimu dengan senyuman, menegur diriku sendiri,
bukankah Allah SWT telah melimpahkan segala nikmat kepadaku, termasuk
kenikmatan memijakkan kaki ke sudut bumi krakow ini? Ya Allah, Ampuni hamba, Ya
Robb…sekarang hamba makin yakin bahwa keberadaanku disini pasti ada hikmah,
diawali dengan persaudaraan bersama Umm Al Hakam yang hingga kini makin rajin
meneleponku walau kadang hanya menanyakan kabar, tidak pantas aku menunduk malu
hanya gara-gara tidak mau dipandang 'aneh', seharusnya aku tetap istiqomah dan
bangga sebagai muslimah, sebab Allah SWT pasti melimpahkan Penjagaan terbaikNYA
sepanjang waktu, kunantikan selalu didikanMu dalam jalani hidup ini, masih
panjang skenarioMu.
Segumpal awan berarak rapi
Mempercantik langitMu
nan biru
Dalam sujud dan
obrolan pada ILahi
Kutitipkan jeritan
nurani
Salam rindu untukmu
Saudaraku...
Senyummu bahasa kalbu
(bidadari_Azzam, Salam Ukhuwah dari Krakow)
Sumber : eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"