Butuh waktu 25 tahun bagi Steven untuk menemukan Islam dan
meyakini bahwa Islam-lah agama kebenaran, yang mampu menjawab semua pertanyaan
yang selama puluhan tahun mengusik alam pikirannya.
Setelah melalui pencarian panjang, pada tahun 2009, Steven
mantap bersyahadat dan hidup sebagai seorang muslim dengan nama islami Mustafa
Samuel.
Ia lahir dalam keluarga penganut agama Kristen Ortodoks, dan
mengenyam pendidikan di berbagai sekolah Kristen, mulai dari yang berbasis
Katolik, Protestan, Maronit, Kristen Ortodoks dan aliran Kristen lainnya.
Pengalaman ini membuat Steven memiliki cukup bekal pengetahuan agama, sekaligus
membuatnya berpikir kritis terhadap ajaran Kristen yang diketahuinya.
"Saya tidak pernah benar-benar menerima dogma yang
diajukan pada saya. Saya adalah orang yang akan selalu menanyakan apa saja,
termasuk soal agama," ujar Steven.
Masa Pencarian
Ia mengingat kembali perjalanan hidupnya di era 1990-an,
masa dimana ia benar-benar serius mencari tahu tentang banyak hal. Steven juga
memutuskan pindah tempat tinggal dari Sydney ke Queensland, karena ia merasa
Sydney bukan tempat yang baik buat dirinya.
"Saya pernah bekerja di sebuah toko minuman keras
selama lima tahun, dan saya pernah menyaksikan perilaku manusia yang sangat
buruk, yang tidak pernah Anda bayangkan. Saya kira, pengalaman ini mengguncang
keyakinan saya akan kemanusiaan," ungkap Steven.
Setelah pindah ke Queensland, Steven berusaha mencari
kebenaran yang ia inginkan, dan berdoa pada Tuhan agar menunjukkan kebenaran
itu, dan ia akan menerimanya.
"Selama masa itu, saya ikut jamaah Mormon, Saksi
Yehovah dan jamaah beragam aliran agama Kristen untuk menemukan kebenaran yang
saya cari. Tapi saya tidak pernah bisa mendapatkan jawaban yang saya inginkan,
'mengapa saya di sini?', 'apa tujuan keberadaan saya?'" tutur Steven.
Peristiwa serangan 11 September 2001 di AS, menjadi titik
balik pencarian Steven. Selama ini, di tengah pencariannya akan kebenaran,
Steven tidak pernah melirik ajaran Islam, dan ia tidak tahu sama sekali tentang
Islam.
"Saya tidak terlalu berusaha mencari tahu lebih jauh
tentang Islam. Tapi saya kira, saya merasa bahwa mungkin umat Islam adalah umat
yang benar-benar menjalankan ajaran agamanya dengan benar. Melihat bagaimana
seluruh dunia bersikap perang terhadap orang Islam, satu hal yang menurut saya
masuk akan, mungkin karena kaum Muslimin berada di jalur yang benar,"
ungkap Steven.
Namun cahaya Islam belum menerangi hati Steven. Steven masih
terus melakukan pencarian dan melakukan perjalanan ke berbagai negara, mulai
dari AS, Amerika Tengah, Eropa, termasuk ke Italia untuk bertemu dengan
keluarganya, lalu ke Dubai dan Singapura.
Selama lima hari kunjungannya di Dubai, Steven berniat untuk
melihat sendiri bagaimana Islam yang sebenarnya, karena Dubai adalah negara
muslim. Tapi Steven mengaku kecewa, karena Dubai tidak seperti gambaran kota
islami seperti yang ia bayangkan. Tapi ada satu hal yang benar-benar menarik
perhatian Steven saat di Dubai.
"Saya pergi ke sebuah museum di sana, dan diseberang
jalan museum saya melihat sebuah masjid. Saya benar-benar ingin menyeberang
jalan dan melihat masjid itu untuk mencari tahu tentang Islam. Saya tidak sadar
hari itu hari Jumat, saat umat Islam menunaikan salat Jumat. Saya belum paham
ketika itu. Saya juga mengenakan pakaian kasual seperti yang digunakan warga
negara asing lainnya, sementara orang-orang di masjid mengenakan busana lokal.
Padahal saya benar-benar ingin sekali ke masjid itu," ungkap Steven.
Hidayah Quran dan Islam
Keinginannya untuk masuk ke masjid tidak pernah tercapai,
karena ia harus kembali ke Australia. Steven mulai mencari tahu sendiri tentang
Islam. Tahun 2006, ia membeli Quraan pertamanya, yang ia baca dalam kurun waktu
2,5 tahun. Steven mengaku syok, saat membaca isi terjemahan Quran.
"Saya baru tahu kalau Nabi Musa, Nabu Lut dan Nabi Nuh,
serta nabi-nabi lainnya juga diceritakan dalam Quran. Saya benar-benar kaget
dan berseru dalam hati 'Oh, wow'. Tak ada satu pun dalam Quran yang ingin
mengobarkan perang atau mengarah pada kata ekstrimisme atau terorisme, atau
apalah. Rasa ingin tahu saya makin besar. Oleh sebab itu, selama dua
selanjutnya saya terus mempelajari Islam. Saya baca Quran sekali lagi,"
papar Steven.
Steven mengaku sudah ingin masuk Islam pada tahun 2008, tapi
ia tidak menemukan seorang muslim yang bisa membantunya. Ia mengontak sebuah
masjid, mengirim surat elektronik, dan meminta dikirimkan Al-Quran. Tapi tak
ada yang menjawab suratnya. Ia jadi berpikir, "Baiklah, mungkin Allah
tidak menginginkan saya menjadi seorang muslim" dan ini membuatnya agak
panik.
Tahun 2009, Steven kembali ke Sydney dan bertemu seorang
muslim yang menurutnya sangat ramah, namanya Samir. Awalnya Steven berpikir
Samir bukan muslim karena tidak berjenggot, dan Samir punya menantu bernama
Adam yang membuat Steven berpikir keduanya adalah Kristiani.
Saat itu, Steven sudah tahu bagaimana caranya salat, yang ia
pelajari lewat internet. Steven bahkan sudah mulai menunaikan salat seperti
layaknya muslim, sejak seminggu sebelum ia memutuskan untuk mengucapkan
syahadat. Ia juga mulai meninggalkan kebiasaan minum minuman beralkohol dan
tidak lagi makan daging babi.
Suatu hari, Samir membawakannya satu box pizza dan minuman
ringan. Ia bertanya pada Samir apakah makanan itu halal, karena saar itu Steven
masih mengira Samir bukan muslim. Samir menjawab bahwa pizza yang dibawanya
halal. Saat itulah Steven baru tahu kalau sahabatnya itu seorang muslim, dan ia
mengatakan, "Oh, saya ingin menjadi seorang muslim."
Keesokan harinya, Samir membawa Steven ke rumah seorang
iparnya dan disanalah Steven mengucapkan dua kalimat syahadat. "Saya
merasa sangat-sangat bahagia, dan sejak itu saya tidak pernah lagi menengok ke
belakang," tukas Steven alias Mustafa Samuel.
Steven merasakan perubahan besar dalam dirinya setelah
menjadi seorang muslim. "Islam membuat saya lebih disiplin dengan
kewajiban salat lima waktu, wudu, menahan lapar saat Ramadan, menahan diri
untuk tidak makan daging babi dan minum minuman keras. Islam mengubah semuanya,
mengubah keseluruhan dinamika kehidupan saya. Saya jadi lebih tenang, tidak
mudah marah, lebih seimbang dalam berpikir, jika dulu saya gampang emosi,
sekarang saya lebih rileks," papar Steven.
"Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang yang sabar.
Saya sangat bahagia memeluk Islam karena Islam memberikan saya banyak kebaikan yang
tidak saya miliki sebelumnya," tandas Steven. (kw/oi)
sumber : Eramuslim.com
sumber : Eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"