dakwatuna.com - Untuk yang kesekian kalinya riwayat
hidup manusia-manusia super diabadikan oleh tinta sejarah. Banyak hal
yang bisa kita rasakan dari mempelajari sejarah hidup mereka. Perubahan
ke arah yang lebih baik sudah pasti menjadi tujuan kita untuk
mempelajarinya. Banyak orang mengatakan “Jika bercermin dengan cermin
yang jernih dan bersih, maka bayangan yang tampak juga akan bersih dan
jelas, namun jika bercermin dengan cermin yang kotor dan berdebu, maka
wajah dan rupa pun tidak akan terlihat jelas dan sejarah itulah cermin”.
Bagiku sejarah adalah cermin, tempat dimana aku bisa berkaca dan
melihat sosok diriku sendiri. Penting bagi kita untuk bisa berkaca dan
membaca sejarah hidup mereka. Apa yang telah merubah mereka menjadi
manusia super dan bagaimana mereka bisa dikenang oleh sejarah.
Berangkat
dari hal itulah aku mencoba sedikit belajar dan menorehkan tulisan
sederhana ini tentang kisah hidup seorang sahabat yang bernama Mus’ab
bin Umair (Radiyallahu’anhu). Duta Islam yang pertama yang diutus oleh
Rasulullah ke negeri Madinah. Pemuda yang sangat dikagumi ketika itu.
Para ahli sejarah banyak menyebutnya dengan sebutan “Orang yang paling
wangi di kalangan ahli Mekah” karena ibunya selalu memakaikan baju yang
bagus dan parfum yang sangat wangi kepadanya. Beliau terlahir dari
keluarga yang sangat bahagia, penuh dengan kemewahan, kesenangan dan
kasih sayang dari orang tuanya yang tidak ada satu pun pemuda mekah
ketika itu yang mendapatkan perlakuan istimewa dari orang tuanya kecuali
Mus’ab RA.
Karena ketampanan, kewibawaan, dan kebaikannya hampir
di seluruh majelis dan pertemuan, nama beliau tak pernah luput dari
pembicaraan banyak orang. Seolah seperti cerita dongeng yang menjelma
dalam kehidupan, dan begitulah kenyataannya. Mus’ab Al khairi itulah
gelarnya di kalangan kaum muslimin. Walau terbilang muda ia memiliki
kecerdasan yang luar biasa. Rasa ingin tau yang tinggi, membuatnya tamak
dan rakus terhadap ilmu.
Suatu ketika Mus’ab (yang bukan berasal
dari keluarga Islam) mendengar sebuah kabar bahwa ada Nabi yang membawa
risalah kebenaran dan ia adalah Muhammad SAW utusan Allah SWT. Ia pun
mencoba untuk mencari tau dan mendengar dakwah yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW sampai akhirnya Mus’ab yang cerdas ini memutuskan Islam
sebagai agama barunya. Akan tetapi ia berusaha untuk merahasiakan
keislamannya terhadap ibunya, ia tidak ingin ibunya tau kalau dia sudah
memeluk Islam karena ia takut ibunya akan marah, sebab ibunya adalah
orang yang paling ditakuti dan disegani di kalangan Mekah ketika itu.
Lambat
laun rahasia itupun terbongkar, ibunya tau bahwa Mus’ab telah memeluk
agama Islam dan meninggalkan agama leluhurnya. Dengan penuh kemarahan
ibunya mengikat dan mengurung mus’ab dalam sebuah ruangan agar ia tidak
dapat lagi pergi belajar banyak tentang Islam. Suatu ketika Mus’ab
mendengar bahwa kaum muslimin yang berada di mekah akan hijrah ke
Habsyah, maka dengan berbagai cara Mus’ab berusaha meloloskan diri agar
bisa ikut hijrah bersama kaum muslimin yang lainya. Hingga akhirnya
beliau pun berhasil lolos dan hijrah bersama kaum muslimin ke negri
Habsyah.
Singkat cerita, tatkala Mus’ab kembali lagi ke Mekah ia
berusaha untuk membawa ibunya masuk agama Islam akan tetapi ibunya tetap
bersikeras untuk tidak meninggalkan agama leluhurnya itu. Perasaan
kecewa dan marah kepada Mus’ab pun tak bisa ia sembunyikan lagi, semua
ia tuangkan dengan kata-katanya “Pergi dari rumahku, dan jangan pernah
kembali padaku”, kemudian Mus’ab mendekati ibunya seraya berkata “Wahai
ibu sungguh aku menasihatimu karena aku sayang kepadamu, bersaksilah
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” dengan
teguh pendirian ibunya pun menjawab “Aku bersumpah tidak akan memeluk
agamamu, aku tetap dengan pendapatku dan mengikuti agamamu itu hanya
akan melemahkan akalku”.
Sungguh kesedihan yang teramat dalam bagi
dirinya untuk pergi meninggalkan ibu kandungnya, ibu yang telah
memanjakan dan membesarkannya dan demikian pula sang Ibu, sebenarnya ia
juga merasa sedih berpisah dengan anaknya, tapi ia juga tidak rela
melihat anaknya mengikuti ajaran Islam. Karena perbedaan aqidah itulah
sang ibu tidak mau lagi menerima Mus’ab sebagai anaknya. Kini Mus’ab
telah mengambil jalannya sendiri, jalan baru yang akan ia tempuh bersama
Rasulullah SAW dengan tekad berjuang menegakkan agama Allah SWT sampai
akhir hayatnya. Semua cerita masa kecilnya dulu menjadi berbeda setelah
ia memilih hidup bersama Rasulullah SAW. Mus’ab RA bukan lagi orang yang
selalu berpakaian rapi, berbau wangi, Mus’ab juga bukan lagi orang yang
mendapatkan kasih sayang dan kemewahan dari orang tuanya. Semua ia
tinggalkan karena ia lebih memilih mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Sebenarnya
cerita ini tidak cukup sampai di sini. Masih banyak kisah yang sangat
menarik dari seorang sahabat Mus’ab RA. Namun saat ini aku hanya ingin
menorehkan sedikit kisah bagaimana perjuangan Mus’ab untuk meninggalkan
segala kesenangan hidupnya, meninggalkan segala kasih sayang orang
tuanya semua itu ia lakukan hanya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dari sini
kita dapat melihat bahwa apapun yang kita lakukan dan persembahkan,
puncaknya hanyalah Allah.
Kita sadar bahwa kita tidak
sehebat Mus’ab RA, tapi paling tidak kita berusaha untuk menanamkan
sifat rela berkorban seperti Mus’ab, karena hakikatnya seluruh amal
kebaikan, usaha, hidup dan mati hanya untuk Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk meninggalkan komentar, di bagian "Beri komentar sebagai:" yg ada di bawah, pilih opsi "Name/URL", kemudian isi nama anda pada kolom "Nama" & isi alamat website/blog/link anda pada kolom "URL" (bila tidak ada bisa dikosongkan) lalu klik "Lanjutkan". Setelah itu tulis komentar anda, jika sudah klik "Poskan Komentar" (di pojok kiri bawah). Terakhir, masukan kode acak yg tertera di gambar, lalu klik "Poskan Komentar"